Teori Revolusi Permanen Trotsky: Suatu perdebatan panjang yang masih relevan
[Klik di sini untuk artikel-artikel Links dalam Bahasa Indonesia]
Oleh John Nebauer, anggota Partai Sosialis Demokratik Australia (DSP)
Ulasan dari buku Trotsky's Theory of Permanent Revolution: A Leninist critique, by Doug Lorimer, Resistance Books, Sydney, 1998.
Setelah Lenin, Trotsky adalah pemimpin utama Revolusi Rusia. Kontribusinya terhadap gerakan sosialis internasional dan Marxisme sangatlah besar. Kepemimpinan Trotsky dalam Komite Revolusioner Militer pada November 1917 berperan menjamin kemenangan pemberontakan Bolshevik. Karya klasiknya History of the Russian Revolution masih merupakan pemaparan terbaik tentang rangkaian peristiwa menjelang dan sesudah kehancuran dinasti Romanov. Sebagai pendiri Tentara Merah, Trotsky memainkan peran vital dalam mempertahankan revolusi dari kekuatan reaksi. Di kemudian hari, ia memimpin oposisi terhadap degenerasi Stalinis dan memberikan analisis Marxis terhadap rejim birokratis tersebut.
Namun, beberapa meyakini bahwa kontribusi terbesarnya kepada Marxisme adalah teori revolusi permanennya, yang dikembangkannya bersama-sama dengan seorang Sosial Demokrat Jerman, Adolph, Helphand (lebih dikenal oleh sejarah sebagai "Parvus") sebelum revolusi Rusia 1905. Meskipun teori tersebut awalnya dirancang untuk menjelaskan berjalannya proses revolusioner di Rusia, Trotsky kemudian mengklaim bahwa itu juga berlaku bagi revolusi-revolusi di semua negeri yang belum terindustrialisasi.
Dalam bukunya yang baru terbit Trotsky's Theory of Permanent Revolution: A Leninist Critique (Resistance Books, Sydney, 1998) [Teori Revolusi Permanen Trotsky: Suatu Kritik Leninis], anggota Partai Sosialis Demokratik Doug Lorimer memberikan kritik serius terhadap tesis Trotsky. Ia berargumen bahwa Trotsky tidak benar dalam persoalan utama Revolusi Rusia, dan bahwa teorinya tidak dapat diterapkan dalam revolusi selanjutnya.
Gerakan Trotskyis dan simpatisannya berargumen bahwa revolusi 1917 membuat Lenin menerima teori Trotsky - posisi ini ditolak oleh Lorimer.
Baik kaum Bolshevik dan Menshevik meyakini bahwa revolusi Rusia akanlah borjuis muatan sosialnya. Kaum menshevik berargumen bahwa kaum kapitalis Rusia dan perwakilan politik liberal mereka akan memimpin revolusi, dengan kelas pekerja memainkan peran "oposisi ekstrim".
Kontras dengan itu, Lenin meyakini bahwa revolusi borjuis akan secara fundamental berupa revolusi tani melawan sisa-sisa feodalisme, karena kaum tani merupakan mayoritas besar penduduk Rusia. Ia berargumen bahwa kaum kapitalis liberal akan berpihak dengan rejim tsaris bukannya memberikan kepemimpinan terhadap massa. Memang, Lenin menduga kaum liberal akan memainkan peran kontra-revolusioner secara terbuka; maka kaum pekerja tidak dapat bergantung pada aliansi strategis apa pun dengan mereka untuk mencapai kemerdekaan politik yang sejati.
Tujuan kaum Bolshevik adalah untuk membangun aliansi demokratik-revolusioner antara kelas pekerja dan kaum tani, di bawah kepmimpinan politik partai pelopor revolusioner milik kaum pekerja. Menurut Lenin, hanya kekuasaan negara revolusioner yang didasarkan atas aliansi demikian itu yang mampu menuntaskan revolusi borjuis. Maka Lenin merangkum sifat kekuasaan negara ini dalam formula "kediktatoran demokratik revolusioner proletariat dan tani".
Saat revolusi borjuis dituntaskan (rakyat pekerja memenangkan kemerdekaan politik dan komite-komite tani revolusioner telah mengambil alih lahan-lahan luas semi-feodal), tugas kelas pekerja adalah memenangkan lapisan kaum tani miskin dan semi-proletar dan menjauhkannya dari kepemimpinan politik kaum tani kaya (kulak) demi mewujudkan revolusi sosialis (penyitaan kepemilikan borjuis oleh pekerja dan kaum tani miskin baik di perkotaan maupun pedesaan).
Meskipun Trotsky bersepakat dengan Bolshevik dalam hal pendekatan yang harus dilakukan kelas pekerja terhadap kaum liberal, ia berargumen bahwa ketika kelas pekerja merebut kekuasaan, revolusi harus segera mendobrak batasan-batasan hubungan ekonomi dan sosial borjuis. Lebih lagi, Trotsky juga meyakini penilaian Menshevik bahwa kaum tani secara keseluruhan adalah terlalu terbelakang dan pasif untuk menjadi kawan strategis kelas pekerja atau menjadi kekuatan penting dalam revolusi yang akan datang.
Lorimer mengutip sebuah artikel bertanggal September 1915 dalam Nashe Slovo, yang diedit oleh Trotsky bersama dengan pemimpin Menshevik Julius Martov:
"Kini, berdasarkan pengalaman revolusi dan reaksi Rusia [1905], kita dapat memprediksikan bahwa kaum tani akan memainkan peran yang lebih tak independen, tak pula menentukan, dibandingkan tahun 1905 dalam perkembangan peristiwa revolusioner."
Selain menyangkal perlunya aliansi dengan kaum tani secara keseluruhan, Trotsky berargumen bahwa hanya kelas pekerja yang harus menjalankan revolusi demokratik melawan otokrasi semi-feodal tsaris. Lebih dari itu, ia meyakini bahwa segera setelah merebut kekuasaan, jalannya peristiwa akan memaksa proletariat Rusia untuk menerapkan langkah-langkah sosialis di samping langkah-langkah demokratik.
Maka tak akan ada tahap demokratik yang bisa diidentifikasi atau fase revolusi yang terpisah dari revolusi sosialis. Contohnya, dalam karyanya tahun 1906 Results and Prospects, Trotsky menulis:
"Dalam bertugas melindungi kaum pengangguran, pemerintah dengan demikian bertugas melindungi para pemogok. Bila ia tidak melakukan itu, ia akan segera ... mengikis dasar dari keberadaannya.
Tidak ada lagi apa pun yang dapat dilakukan oleh kaum kapitalis kecuali beralih pada penutupan pabrik [lockout] ... Jelaslah bahwa kaum pengusaha dapat bertahan lebih lama dalam penghentian produksi dibandingkan kaum pekerja, dan maka dari itu hanya ada satu jawaban yang dapat diberikan pemerintahan pekerja kepada aksi penutupan pabrik: penyitaan pabrik ..."
Ultra-kiri
Trotsky membuat jelas, ketika ia menulis pada 1906 tentang revolusi sosialis yang diterapkan "sejak dari awal mula" direbutnya kekuatan politik oleh kaum pekerja Rusia, bahwa ini bukanlah sekedar retorika. Dalam artikelnya tahun 1909 "Our Differences", Trotsky menulis, "saya telah mendemonstrasikan di kesempatan lain bahwa duapuluh-empat jam setelah didirikannya "kediktatoran demokratik", asketisme yang penuh angan-angan indah ini akan ditakdirkan runtuh seluruhnya". Kekuasaan negara revolusioner, dalam pandangan Trotsky, harus sejak awalnya merupakan "kediktatoran proletariat", yang dengan pasif didukung oleh kaum tani.
Lorimer berargumen bahwa ini memberikan karakter ultra-kiri terhadap perspektif Trotsky. Teori tersebut didasarkan oleh konsepsi perjuangan kelas yang mekanis dan fatalistik. Lorimer mengacu pada polemik Trotsky terhadap Lenin pada tahun 1904, Our Political Tasks, di mana Trotsky menulis:
"Marxisme mengajarkan bahwa kepentingan proletariat ditentukan oleh kondisi-kondisi obyektif dalam kehidupan. Kepentingan-kepentingan ini sangat kuat dan sangat tak terhindarkan sehingga mereka akhirnya mengharuskan proletariat untuk mewujudkannya dalam alam kesadarannya."
Lorimer mengutip artikel tahun 1970 oleh seorang Trotskyis Belgia, Ernest Mandel, yang berargumen: "Saat ini adalah mudah untuk melihat betapa optimisme fatalistik yang naif terkandung dalam analisis yang tak memadai ini. Kepentingan mendesak di sini diletakkan dalam tingkat yang sama dengan kepentingan historis."
Ujian terbaik bagi sebuah teori adalah sebaik apa prediksinya sesuai dengan jalannya peristiwa. Lorimer menunjukkan bahwa teori Trotsky tidak memenuhi ini. Trotsky memproyeksikan penutupan pabrik oleh kaum kapitalis saat revolusi 1905, ketika mereka masih menikmati dukungan polisi dan tentara tsar, ke dalam situasi di bawah pemerintahan revolusioner buruh dan tani, ketika mereka tidak akan memiliki dukungan tersebut.
Faktanya, digantikannya polisi tsaris oleh detasemen pekerja bersenjata pada 1917 menciptakan situasi politik yang menguntungkan bagi pekerja untuk mengajukan tuntutan ekonomisnya. Maka, pada 10 Maret 1917, suatu kesepakatan antara Masyarakat Industrialis Petrograd dan Soviet Petrograd menginstitusikan delapan-jam-kerja sehari dalam semua pabrik di kota tersebut. Ini meluas hingga ke sebagian besar pabrik di penjuru Rusia selama Maret dan April.
Penilaian Trotsky bahwa kaum tani tidak mampu memainkan peran independen juga salah. Revolusi Oktober adalah kemenangan dari aliansi antara pekerja dan petani, dan disertai dengan kemunculan partai tani revolusioner, kaum Sosialis Revolusioner kiri. Aliansi ini memainkan peran krusial dalam tahap pertama revolusi, ketika kaum tani tetap bersatu dalam menjalankan revolusi agraria borjuis melawan tuan tanah.
Diargumenkan bahwa langkah-langkah "sosialis" dijalankan sebelum penuntasan revolusi demokratis-borjuis di Rusia. Tentunya, beberapa hak milik kapitalis disita dalam bulan-bulan setelah insureksi Bolshevik. Namun, ini bukanlah bagian dari suatu rencana untuk mensosialisasikan industri secara keseluruhan. Sejarawan E.H. Carr dalam volume dua The Bolshevik Revolution mengatakan tentang nasionalisasi-nasionalisasi tersebut:
"Nasionalisasi ekstensif terhadap industri ... bukanlah bagian dari program awal Bolshevik ... Nasionalisasi industri disikapi sejak awal bukan sebagai tujuan yang diinginkan dengan sendirinya, tapi sebagai respon terhadap kondisi khusus, biasanya kesewenang-wenangan pengusaha; dan itu diterapkan ke pabrik-pabrik secara satu persatu, bukan kepada industri secara keseluruhan, sehingga elemen perencanaan apa pun adalah absen dalam langkah-langkah ini.
Victor Serge dalam Year One of the Russian Revolusion menunjukkan bahwa pada Desember 1917: Pihak manajemen dari sebagian pabrik-pabrik besar - terutama Pekerjaan Franco-Russia di Petrograd - segera mendesak agar perusahaan mereka dinasionalisasi: mereka hendak lari dari tanggung-jawab mendemobilisasi industri dari produksi perang. Perusahaan Belgia, Swedia dan Prancis melakukan pendekatan serupa, yang dijawab dengan penolakan keras.
Dalam artikel tahun 1909 "Our Differences" yang dikutip di atas, Trotsky mengajukan pertanyaan, "Apa yang dapat dilakukan pemerintahan pekerja ketika dihadapkan pada penutupan pabrik dan perusahaan? Ia harus membukanya kembali dan melanjutkan produksi dengan pembiayaan negara. Tapi bukankah itu jalan menuju sosialisme?"
Faktanya, pemerintahan Soviet menjalankan serangkaian luas langkah-langkah untuk menentang upaya kaum borjuasi dalam menyabotase produksi. Ini termasuk melibatkan pembukuan oleh pekerja dan kontrol terhadap kaum kapitalis, penangkapan oleh milisi pekerja dan hukuman oleh pengadilan revolusioner, dan penyitaan sebagai hukuman di mana hal itu diperlukan. Berlangsungnya pertarungan kelas di Rusia merupakan proses yang lebih kompleks dari prediksi Trotsky.
Konvergensi?
Kebanyakan gerakan Trotskyis telah cukup lama meyakini bahwa Revolusi Rusia menyebabkan konvergensi antara pandangan Lenin dan Trotsky. Contohnya, Michael Lowy, dalam bukunya tahun 1981 The Politics of Combined and Uneven Development: The Theory of Permanent Revolution berargumen: "Rekonsiliasi Trotsky dengan Bolshevik tercermin dalam pergeseran mendalam terhadap pandangan Lenin tentang sifat revolusi yang akan datang".
"Ketika Lenin menerbitkan April Theses -nya yang terkenal", tulis Lowy, ia "dengan menentukan memutus hubungan dengan keyakinan tradisional dan merangkul konsepsi permanentis yang serupa dengan Trotsky".
Lowy berargumen bahwa sebelum 1914, penerimaan Lenin terhadap apa yang diduga sebagai "Marxisme pra-dialektis"-nya Georgy Plekhanov merupakan "beban mati [yang] menutupi intuisi Lenin yang kaya dan kuat".
Menurut Lowy, yang menentukan adalah studi Lenin tahun 1914 terhadap karya Hegel Science of Logic: "Pemutusan hubungan metodologis Lenin dengan Marxisme pra-dialektis membuka jalan bagi pemutusan hubungan dengan kelanjutan politik sebelumnya ... [Itu] memungkinkannya melintasi batasan terlarang dan pada April 1917 mengembangkan "analisis konkrit tentang situasi konkrit" yang diajukan kepada Bolshevik sebagai perspektif perjuangan proletar dan kekuatan sosialis di Rusia."
Di samping itu, klaim Lowy bahwa Lenin menolak "Marxisme pra-dialektis" Plekhanov saat Perang Dunia I adalah absurd dan kontradiktif dengan komentar Lenin kemudian, seperti pernyataannya dalam artikelnya tahun 1921 "Once Again on the Trade Unions": "Kau tak bisa berharap menjadi seorang Komunis yang benar-benar cerdas tanpa mempelajari - dan saya tekankan mempelajari - semua tulisan filosofis Plekhanov, karena belum ada tulisan yang lebih baik tentang Marxisme di mana pun di dunia."
Sehubungan dengan karya Lenin "April Theses", seperti dicatat Lorimer, Lenin tidak menolak "perspektif sebelumnya tentang pemerintahan transisional buruh-tani untuk menjalankan revolusi demokratik". Lorimer berlanjut:
"Kekhususan situasi yang muncul dari revolusi Februari 1917 adalah bahwa buruh dan tani ... telah menciptakan pemerintahan revolusioner buruh dan tani, Soviet Petrograd, tapi pemerintahan ini dengan sukarela menyerahkan kekuasaan kepada rivalnya Pemerintahan Provisional yang dibentuk oleh borjuasi liberal.
Maka, dalam tulisannya pada April 1917 "Letters on Tactics", Lenin menulis "Formula ini [tentang kediktatoran demokratik-revolusioner proletariat dan tani] sudah menjadi usang. Jalannya peristiwa telah mengangkatnya dari alam formula menjadi alam kenyataan ..."
Lebih jauh lagi, menurut argumen Lorimer, "Lenin secara eksplisit menolak gagasan apa pun bahwa garis taktis ini melibatkan ditinggalkannya kebijakan Bolshevik tentang pembangunan aliansi buruh-tani untuk menuntaskan revolusi demokratik-borjuis" (garis miring ditambahkan). Lagi-lagi di "Letters on Tactics", Lenin menulis:
"Tapi kita tidak sedang terancam bahaya jatuh ke dalam subyektivisme, yang ingin sampai pada revolusi sosialis dengan "melompati" revolusi demokratik-borjuis - yang belumlah tuntas ...? Saya mungkin menghadirkan bahaya ini bila saya mengatakan: "Bukan Tsar, tapi pemerintahan pekerja" ... Dalam tesis-tesis saya, saya benar-benar memastikan diri agar tidak melompati gerakan tani, yang belum menyudahi dirinya, atau gerakan borjuis-kecil pada umumnya, agar tidak bermain-main dengan "perebutan kekuasaan" oleh pemerintahan pekerja."
Lenin sendiri meyakini bahwa perspektifnya lah yang mengonfirmasikan jalannya peristiwa. Dalam pamfletnya tahun 1918 The Proletarian Revolution and the Renegade Kautsky (yang ditulis lebih dari setahun setelah ia semestinya beralih ke tesis revolusi permanen), Lenin menulis:
"Semua berjalan seperti yang saya katakan sebelumnya. Jalan yang ditempuh oleh revolusi telah mengonfirmasikan kebenaran pemikiran kami. Pertama dengan "seluruh" kaum tani melawan monarki, melawan tuan tanah, melawan abad-pertengahanisme (dan hingga batasan itu revolusi tetaplah borjuis, demokratik borjuis).Kemudian, dengan kaum tani miskin, dengan kaum semi-proletar, dengan seluruh kaum tertindas, melawan kapitalisme, termasuk kaum kaya pedesaan, kulak, lintah-darat, dan hingga batas tersebut revolusi menjadi sosialis. Mencoba meletakkan tembok Tiongkok antara yang pertama dan kedua, memisahkannya dengan hal apa pun selain tingkat kesiapan kaum proletariat dan tingkat persatuannya dengan kaum tani miskin, bermaksud untuk mendistorsi Marxisme dengan parah."
Lenin menunjukkan dalam pamflet tersebut, dan dalam laporannya dalam kongres kedelapan Partai Bolshevik pada Maret 1919 bahwa hingga pertengahan tahun 1918, yakni, hingga para kulak berkonflik dengan pekerja perkotaan dan petani miskin, Revolusi Oktober masihlah revolusi borjuasi dalam muatan sosialnya.
Ernest Mandel, dalam bukunya tahun 1978 Trotsky: A Study in the Dynamic of his Thought, menggarap lahan yang serupa dengan Lowy. Mandel juga menggunakan "April Theses" sebagai pertanda bahwa Lenin telah menggunakan perspektif Trotsky. Namun, Mandel mengadopsi pendekatan yang unik dalam persoalan ini. Ia berargumen bahwa "untuk meyakinkan kawan-kawan lamanya, Lenin menggunakan semacam formula ambigu yang kemudian dapat digunakan oleh epigon-nya [birokrasi Stalinis - JN] untuk mengklaim bahwa sesungguhnya memang terdapat dua tahap dalam revolusi."
Ini adalah klaim yang luar biasa. Mandel hendak membuat kita percaya bahwa di tengah-tengah sebuah revolusi, yang mana selama lebih dari satu setengah dekade dihabiskannya untuk membangun partai revolusioner, Lenin akan dengan sengaja menggunakan "formula ambigu" untuk meraih dukungan bagi Partai Bolshevik. Fataknya, periode tersebut menuntut kejelasan seutuhnya bila Bolshevik akan memimpin revolusi hingga sukses menuntaskannya. Bukannya mengolah bukti-bukti dalam "April Theses" dan lainnya bahwa Lenin meyakini jalannya peristiwa mengonfirmasikan prognosisnya, Mandel membuat Lenin seakan-akan berkutat dalam penipuan politik demi memenangkan argumentasi politik.
Pelajaran Hungaria
Lorimer mengeksplorasi konsekuensi dari pemerintahan revolusioner yang "segera menerapkan 'kolektifisme sebagai panggilan jaman' dalam sebuah negeri dengan mayoritas tani" dalam penelaahannya terhadap revolusi Hungaria 1919.
Di bawah pimpinan Bela Kun, kaum Komunis Hungaria merebut kekuasaan pada Maret 1919 dan memproklamirkan republik soviet, menerapkan kebijakan yang serupa dengan yang digariskan oleh Trotsky dalam Results and Prospects. Walaupun mendeklarasikan penyitaan lahan-lahan luas semi-feodal, pemerintahan Budapest tidak membolehkan kaum tani untuk membagi-bagi lahan tersebut. Dengan mengalihkan lahan-lahan pribadi menjadi perkebunan negara, kaum Komunis terpaksa menunjuk tuan-tuan tanah yang lama dan manajer mereka untuk menjalankan perkebunan negara karena kurangnya pengalaman para manajer perkebunan. Ini mengalienasikan kaum tani - 60 persen penduduk - dari pemerintahan revolusioner.
Di saat bersamaan, industri dan perdagangan segera dinasionalisasi, walau pun kelas pekerja benar-benar tak memiliki keahlian manajerial. Ini menyebabkan penurunan tajam dalam produksi dan kenaikan pesat angka pengangguran.
Republik soviet Hungaria, yang telah mengalienasi para petani dan mendemoralisasi dan membingungkan kelas pekerja, kemudian dijatuhkan oleh tentara bayaran Cek, Romania,dan Serbia 19 minggu setelah memproklamirkan dirinya.
Masih banyak lagi yang dibahas dalam buku Lorimer, termasuk perdebatan yang merebak dalam Partai Komunis antara 1917 dan 1928 mengenai kebijakan Bolshevik dan proses revolusioner. Lorimer juga mencatat kembalinya Trotsky kepada posisi pra-1917 ketika revolusi merebak di Tiongkok pada 1926-27 dan kesamaan penilaian antara Trotsky dan Menshevisme terhadap kebijakan Bolshevik sebelum 1917.
Perdebatan tentang revolusi permanen bukan sekedar masalah historis. Baik Lenin dan Trotsky mencoba menerapkan pelajaran-pelajaran dari Oktober kepada revolusi-revolusi di dunia kolonial dan semi-kolonial. Ketika Lorimer membahas aspek ini dalam subyek tersebut berkaitan dengan tulisan-tulisan Trotsky tentang revolusi Tiongkok kedua, ia membenarkan perspektif Lenin tentang penuntasan revolusi anti-imperialis, demokratis-nasional melalui perebutan kekuasaan negara secara revolusioner dan dengan aliansi buruh dan tani, yang kemudian berlanjut mencapai revolusi sosialis dengan penyitaan kepemilikan kapitalis oleh kelas pekerja yang beraliansi dengan kaum tani miskin dan sebagian kaum semi-proletar dalam penduduk.
Kini, di negeri-negeri seperti Indonesia dan Filipina, perdebatan antara kaum Marxis Rusia pada tahun antara 1905 dan 1917 memiliki relevansi baru. Subyek buku ini membahas perjuangan kelas yang hidup, bernafas, sehingga perlu dibaca oleh semua yang berpartisipasi dalam perjuangan melawan kapitalisme.
NB: http://arahkiri2009.blogspot.com/2009/10/teori-revolusi-permanen-trotsky-suatu.html ; Pernah di muat di Jurnal LINKS: http://links.org.au/node/172